Latar Belakang Gempa di Garut
Yayasan Bakti Barito melakukan pembangunan ulang (rebuilding) tiga kelas baru, merenovasi dua kelas serta pembangunan instalasi sanitasi SDN 3 Barusari, salah satu sekolah terdampak gempa Garut-Bandung magnitudo 5.0 beberapa waktu lalu. Meski model block solutions sudah diterapkan di beberapa daerah di Indonesia, namun khusus Garut, konsep ini baru pertama kali diterapkan, setelah tahun lalu uji coba di dua sekolah. “Itu sifatnya hanya sampling saja tidak keseluruhan atau rebuilding. Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Garut, Aah Anwar Saefuloh, menyatakan selain SDN 3 Barusari, rencannya Yayasan Bakti Barito bakal melakukan pembangunan SDN 4 Barusari.
Pentingnya Penggunaan Material Daur Ulang
Pentingnya penggunaan material daur ulang dalam pembangunan sekolah pasca-gempa di Garut tidak dapat diabaikan. Salah satu keuntungan utama dari penggunaan material daur ulang adalah dampak positifnya terhadap lingkungan. Dengan memanfaatkan bahan-bahan yang sudah ada, kita dapat mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dari proses konstruksi. Selain itu, penggunaan material ini membantu mengurangi kebutuhan untuk mengeruk sumber daya alam baru, menjaga ekosistem yang ada, dan meminimalkan jejak karbon yang dihasilkan selama proses pembangunan.
Dari segi efisiensi biaya, penggunaan material daur ulang juga memberikan keuntungan yang signifikan. Material daur ulang seringkali lebih terjangkau dibandingkan dengan bahan baru, terutama dalam konteks pemulihan pasca-bencana di mana dana mungkin terbatas. Dengan memanfaatkan bahan bangunan yang tersedia dari proses reklamasi dan limbah industri, sekolah dapat dibangun dengan anggaran yang lebih efisien. Hal ini sangat penting bagi masyarakat yang baru saja mengalami bencana, di mana setiap penghematan biaya akan memberikan lebih banyak ruang untuk kebutuhan lain, termasuk perawatan siswa dan penyediaan fasilitas yang diperlukan.
Proyek Renovasi: Sekolah yang Dibangun Ulang
Setelah terjadinya gempa di Garut, dua sekolah utama berhasil direvitalisasi menggunakan material daur ulang, yang menunjukkan potensi untuk pembangunan berkelanjutan dalam lingkungan yang rentan. Sekolah pertama yang direnovasi adalah SDN 4 Barusari, yang mengalami kerusakan parah akibat getaran gempa. Tim pembangunan mengintegrasikan material daur ulang seperti bata non-bakar dan kaca daur ulang dalam proses konstruksi. Pemilihan bahan ini tidak hanya membantu mengurangi limbah dari proses pembongkaran bangunan lama, tetapi juga memberikan daya tahan yang lebih baik terhadap gempa di masa depan.
Dalam proses pembangunan, tim menghadapi tantangan signifikan termasuk keterbatasan anggaran dan kekurangan sumber daya manusia terampil. Dengan inisiatif komunitas, orang tua siswa dan relawan bahu-membahu untuk memastikan proses renovasi berlangsung tepat waktu. Testimoni dari kepala sekolah, Budi Santoso, mengungkapkan bahwa “kami bangga bisa menggunakan bahan daur ulang; tidak hanya baik untuk lingkungan, tetapi juga mengajarkan siswa kami nilai keberlanjutan.” Viabilitas penggunaan material terbarukan juga mendapat perhatian luar biasa dari pemerintah lokal, berpotensi memicu inisiatif serupa di sekolah lain.